Selasa, 27 Januari 2009

Review film Perempuan Berkalung Surban


Top bangeet....
Saya kira sebuah kata yang tepat untuk film garapan hanung bramantyo ini. Pesannya lebih universal, yaitu pesan terhadap suatu gerakan kebebasan yang lebih dikenal dengan kesetaraan gender. Film ini menurut saya malah lebih bagus daripada film ayat-ayat cinta yang mencetak rekor beberapa waktu lalu. Film ini lebih realistis, penggambaran sebuah kehidupan di pesantren yang kolot bener-bener detail dan lugas disampaikan. Hanya saja tentu tidak akan bisa seheboh film ayat-ayat cinta yang ditonton oleh 2 juta lebih penggemar film. Lagi-lagi alasannya klasik yaitu promosi yang kurang. Film ini dipromosikan setengah hati, asal-asalan dan terkesan seadanya. Beda dengan ayat-ayat cinta atau laskar pelangi misalnya, promosi begitu gencar dan hebat. Bayangkan saja, Film yang dibintangi revalina s temat ini hanya mengandalkan 2 kuda yang diajak jalan beberapa ratus meter. udah, itu aja. kenapa nggak sekalian sepuluh atau duapuluh kuda, kan bisa bener-bener atraktif. Selain itu promo di media sebulan sebelum premiere misalnya. Kenapa tidak? Tentu jawabnya klasik, "gak ada budget". Sayang sekali memang..film sebagus ini kurang serius dalam pencitraannya.

Kalo isi filmnya sendiri, jelas kelasnya masih diatas ayat-ayat cinta. Bintangnya hebat-hebat. Pemeran utama Revalina juga tampil all out. Temanya bagus, pesannya bijak, hanya saja saya gakbisa menemukan relefansi judul dengan isi filmnya. Kesannya gak nyambung gitu. Film ini tergolong berani untuk sebuah tayangan religi. Adegan suami istri yang melakukan kegiatan di ranjang coba dikemukakan dengan kemasan sedemikian rupa. Revalina pun tak canggung melakukan adegan raba-raba demi memuaskan penonton.

Secara umum lagi-lagi ini adalah film yang menyampaikan kritik yang kesekian kalinya terhadap nilai-nilai islam yang dianggap kolot. Sebelumnya film 3 doa 3 cinta juga mencoba mendobrak nilai-nilai jihad islam yang dianggap berupaya menebar ajaran terorisme. Satu kelemahan film ini yaitu kurang bisa mengoptimalkan soundtrack. Nyanyian penyanyi sekelas siti nurhaliza tidak bisa dimanfaatkan dengan baik untuk mendongkrak film ini bahkan alunan siti hanya muncul sebentar di pertengahan. Harusnya bisa diulang lagi pada saat endingnya agar suasana haru yang menyelimuti lagu itu bisa terexploitasi dengan optimal dan penonton akan terbawa pesona lagu itu hingga meninggalkan tempat duduk. Yaahhh... bagaimanapun film ini bagus, layak ditonton oleh mereka yang memimpikan sebuah kebebasan dalam hidup. Selamat menonton

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Aku blm nonton. Moga bisa ikutan bedah film ini di Masjid Sunda Kelapa tgl 22 Feb 09.